danau maninjau
Kalau Anda belum pernah
ke Danau Maninjau, Anda
termasuk dalam golongan
atau kaum yang merugi.
Betapa tidak, sejak
perjalanan menuju danau
yang secara administrasi
berada di Kecamatan
Tanjung Raya, Kabupaten
Agam, Sumatra Barat, ini
kita disuguhi keajaiban
lukisan alam Sang Pencipta.
Di setiap sudut, terpancar
keelokan dan keunikan
alam Bukit Barisan. Apalagi
kalau Anda melintas di
Kecamatan Malalak,
Kabupaten Agam. Pada
liburan akhir Maret lalu
penulis mencoba menulusuri
jalur yang jalannya baru
selesai dibangun itu.
Sungguh terpesona
dibuatnya.
Ya, Malalak memang sejak
dulu dikenal sebagai
penghasil kayu manis
ternama di Sumbar.
Sebelumnya, kondisi akses
jalannya belum baik
sehingga jalur ini sering
dihindari. Namun kini,
kondisinya jauh berbeda.
Jalan beraspal hotmix
sangat mulus dan lebar,
walaupun di bebebapa ruas
masih tampak menyempit.
Jadi, tak perlu kebut-
kebutan dalam berkendara.
Kurangi laju kendaraan,
matikan penyejuk udara
(AC), buka kaca jendela,
dan nikmatilah udara sejuk
segar di tengah hamparan
vegetasi yang elok. Kalau
perlu menepilah barang
sejenak.
Pesona Kayu Manis
Sejauh mata memandang
kita dibuat terpesona.
Hamparan pohon-pohon
bertajuk hijau dan sebagian
lagi didominasi daun
berwarna kemerahan
terpampang elok memikat.
Itulah pesona pohon kayu
manis. Jangan lupa,
abadikan panorama alam
itu melalui jepretan kamera.
Tak perlu tergesa-gesa dan
tetaplah waspada ketika
melanjutkan perjalanan.
Bukan apa-apa, kabarnya
jalur ini cukup berbahaya,
apalagi saat hujan. Beberapa
pengemudi mobil yang
lengah telah terperosok
jatuh ke bibir jurang.
Longsor juga beberapa kali
terjadi di beberapa ruas
jalan ini. Jadi, tetaplah hati-
hati saat melintas di jalur
Malalak. Perbanyak rehat
dan menghirup udara segar
sangat membantu Anda
agar tetap bugar dan awas
dalam mengemudi.
Tak seberapa jauh dari situ,
kita juga dapat menepi lagi
di pinggir bukit. Dari situ,
sejauh mata memandang
tampak landskapnya lebih
lengkap. Persawahan,
kampung, dan perkebunan
dengan latar belakang
Gunung Tandikek menjadi
daya tarik bagi siapa pun.
Mozaik alam ini sangat
langka. Meski di pinggir
jalan raya, suasana masih
hening lantaran memang
belum banyak kendaraan
yang melintas.
Ketika Anda melintasi
Kelok 44, cobalah menepi
sejenak di Kelok 43.
Landskapnya malah lebih
komplet lagi. Dari bukit itu
kita dapat menikmati
gabungan panorama antara
persawahan, rumah adat,
hutan, danau, dan di
belakangnya seolah
dipagari oleh kokohnya
perbukitan yang menjulang
tinggi. Dari kejauhan itulah
keindahan Danau Maninjau
sudah memancarkan
keelokannya.
Sambil menyeruput kopi
atau teh hangat yang
dijajakan pengelola warung,
tubuh dan pikiran terasa
segar kembali. Kondisi ini
harus dijaga sebelum kita
menuruni jalan berkelok
tajam dan menurun sejauh
sekitar 9 km.
Entah mengapa dinamakan
Kelok 44. Padahal, menurut
hitungan penulis,
sebenarnya jumlah kelokan
lebih dari angka tersebut.
Ternyata, setelah diamati,
hanya kelokan tajam yang
dihitung, jalan yang
menikung lainnya tak
masuk dalam hitungan
tersebut.
Setiap kelokan sungguh
mendebarkan dan memacu
adrenalin kita. Perjalanan
sedikit terhibur karena
sekelompok monyet kera
panjang �menyapa� dari
pinggir jalan. Sebagian dari
kelompok ini sengaja
bergelantungan di rimba
raya.
Satwa primata itu tampak
lucu dan menyenangkan
ketika diberi kacang.
Wajahnya sumringah.
Sesekali hewan mamalia itu
berebut makanan yang
dilemparkan.
Jatuh Cinta
Berada di Danau Maninjau
pada ketinggian 461 meter
di atas permukaan laut, kita
dibuat jatuh cinta.
Udaranya sejuk segar.
Airnya tampak bening
tenang. Angin sepoi-sepoi
menerpa pohon nyiur
melambai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar