Kamis, 06 Februari 2014

danau maninjau

danau maninjau
Kalau Anda belum pernah ke Danau Maninjau, Anda termasuk dalam golongan atau kaum yang merugi. Betapa tidak, sejak perjalanan menuju danau yang secara administrasi berada di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, ini kita disuguhi keajaiban lukisan alam Sang Pencipta. Di setiap sudut, terpancar keelokan dan keunikan alam Bukit Barisan. Apalagi kalau Anda melintas di Kecamatan Malalak, Kabupaten Agam. Pada liburan akhir Maret lalu penulis mencoba menulusuri jalur yang jalannya baru selesai dibangun itu. Sungguh terpesona dibuatnya. Ya, Malalak memang sejak dulu dikenal sebagai penghasil kayu manis ternama di Sumbar. Sebelumnya, kondisi akses jalannya belum baik sehingga jalur ini sering dihindari. Namun kini, kondisinya jauh berbeda. Jalan beraspal hotmix sangat mulus dan lebar, walaupun di bebebapa ruas masih tampak menyempit. Jadi, tak perlu kebut- kebutan dalam berkendara. Kurangi laju kendaraan, matikan penyejuk udara (AC), buka kaca jendela, dan nikmatilah udara sejuk segar di tengah hamparan vegetasi yang elok. Kalau perlu menepilah barang sejenak. Pesona Kayu Manis Sejauh mata memandang kita dibuat terpesona. Hamparan pohon-pohon bertajuk hijau dan sebagian lagi didominasi daun berwarna kemerahan terpampang elok memikat. Itulah pesona pohon kayu manis. Jangan lupa, abadikan panorama alam itu melalui jepretan kamera. Tak perlu tergesa-gesa dan tetaplah waspada ketika melanjutkan perjalanan. Bukan apa-apa, kabarnya jalur ini cukup berbahaya, apalagi saat hujan. Beberapa pengemudi mobil yang lengah telah terperosok jatuh ke bibir jurang. Longsor juga beberapa kali terjadi di beberapa ruas jalan ini. Jadi, tetaplah hati- hati saat melintas di jalur Malalak. Perbanyak rehat dan menghirup udara segar sangat membantu Anda agar tetap bugar dan awas dalam mengemudi. Tak seberapa jauh dari situ, kita juga dapat menepi lagi di pinggir bukit. Dari situ, sejauh mata memandang tampak landskapnya lebih lengkap. Persawahan, kampung, dan perkebunan dengan latar belakang Gunung Tandikek menjadi daya tarik bagi siapa pun. Mozaik alam ini sangat langka. Meski di pinggir jalan raya, suasana masih hening lantaran memang belum banyak kendaraan yang melintas. Ketika Anda melintasi Kelok 44, cobalah menepi sejenak di Kelok 43. Landskapnya malah lebih komplet lagi. Dari bukit itu kita dapat menikmati gabungan panorama antara persawahan, rumah adat, hutan, danau, dan di belakangnya seolah dipagari oleh kokohnya perbukitan yang menjulang tinggi. Dari kejauhan itulah keindahan Danau Maninjau sudah memancarkan keelokannya. Sambil menyeruput kopi atau teh hangat yang dijajakan pengelola warung, tubuh dan pikiran terasa segar kembali. Kondisi ini harus dijaga sebelum kita menuruni jalan berkelok tajam dan menurun sejauh sekitar 9 km. Entah mengapa dinamakan Kelok 44. Padahal, menurut hitungan penulis, sebenarnya jumlah kelokan lebih dari angka tersebut. Ternyata, setelah diamati, hanya kelokan tajam yang dihitung, jalan yang menikung lainnya tak masuk dalam hitungan tersebut. Setiap kelokan sungguh mendebarkan dan memacu adrenalin kita. Perjalanan sedikit terhibur karena sekelompok monyet kera panjang �menyapa� dari pinggir jalan. Sebagian dari kelompok ini sengaja bergelantungan di rimba raya. Satwa primata itu tampak lucu dan menyenangkan ketika diberi kacang. Wajahnya sumringah. Sesekali hewan mamalia itu berebut makanan yang dilemparkan. Jatuh Cinta Berada di Danau Maninjau pada ketinggian 461 meter di atas permukaan laut, kita dibuat jatuh cinta. Udaranya sejuk segar. Airnya tampak bening tenang. Angin sepoi-sepoi menerpa pohon nyiur melambai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar